30 September 2014

Cahaya baru Sugimun

Keterbatasan fisik bukan penghalang meraih kesuksesan. Paling tidak itulah yang tercermin pada Sugimun, pemilik tiga unit toko elektronik “Cahaya Baru”
Suatu ketika Sugimun pergi ke solo untuk membeli mobil. Ketika akan masuk ke sebuah shoowroom mobil, seorang karyawan menghampirinya dan mengulurkan uang recehan kepadanya. Diperlakukan seperti itu Sugimun segera menukas, “Oh, saya bukan pengemis, Mas. Saya cari mobil.”
Tentu saja si karyawan tersebut kaget dan cepat-cepat masuk ke dalam sambil menanggung malu.
Menurut Sugimun, si karyawan mengira dirinya seorang pengemis karena menggunakan kursi roda, “Waktu itu sopir saya sudah duluan masuk show room,” kenang Sugimun tersenyum.
Lelaki yang lahir tahu 1970, di dusun Mojopuro, Magetan, Jawa Timur ini adalah pemillik toko elektronik “Cahaya Baru” di kota trenggalek dan Magetan, Jawa Timur.
Bagi orang Trenggalek , Magetan dan sekitarnya, nama toko itu sudah tidak asing lagi. “Cahaya Baru” dikenal sebagai toko elektronik yang cukup besar. Omsetnya sudah mencapai 150 juta per bulan.
Sugimun memberi nama tokonya dengan “Cahaya Baru”, dengan dimaksudkan untuk mewakili sebuah harapan harapan baru bagi diri dan keluarganya,
Keberhasilan Sugimun seperti sekarang tidak lepas dari usaha dan doa ibunya. Maklum, selain sejak kecil cacat, Sugimun juga lahir dari keluarga miskin. Saking miskinnya, ia tidak sempat mengenyam pendidikan formal. “Sekolah TK saja enggak pernah,” kenangnya.
Perubahan kehidupan Sugimun berawal pada usia 19 tahun. Ketika itu, seorang aparat desa beberapa orang dari Dinas Sosial  datang ke rumahnya. Mereka mengajak Sugimun mengikuti program penyantunan dan rehabilitasi sosial dan penyandang cacat di Panti Sosial Bina Daksa (PSDB) “Suryatama” di kota Bangil, Jawa Timur. Ditempat tersebut Sugimun mengikuti bimbingan fisik, mental, serta pendidikan kejar Paket A.
“Pada awalnya, saya merasa rendah diri karena semua teman saya penyandang cacat memiliki pendidikan formal mulai dari SD, SMP bahkan ada yang lulusan SMA,” kenangnya. Sedangkan dirinya belum mengenal baca tulis.
Namun karena tekadnya untuk bangkit dan tidak ingin bergantung pada orang lain, rasa rendah diri itu dibuangnya jauh-jauh. Di Suryatama, ia belajar keterampilan elektronik seperti radio, sound system, kipas angin, televise, dan lain sebagainya.” Katanya.
Setelah dua tahun mengikuti program pelatihan, Sugimun kembali pulang kampung. Namun ia tidak punya aktivitas di desanya. Akhirnya ia mencoba mencari kerja di tempat usaha servis elektronik. Sayangnya, kebanyakan berujung pada penolakan. “Mungkin mereka menilai saya tidak cukup mampu bekerja dengan baik karena kondisi fisik seperti ini,” kenangnya,
Yang menyedihkan, seringkali ia disangka pengemis saat melamar pekerjaan. Ia baru bisa bekerja tatkala seorang teman di Kediri menerimanya sebagai karyawan sebuah bengkel elektronik. Namun karena suatu alasan, tidak sampai satu tahun, ia memutuskan untuk pulang kampung.
Ia pun mencoba melamar pekerjaan di kota kelahirannya. Lagi-lagi ia kembali mendapatkan penolakan, “Hal ini membawa saya pada kesimpulan bahwa saya harus membuka lapangan pekerjaan untuk bisa bekerja,” katanya.
Berita Terkait pungusahamuslim.com

29 September 2014

Kekompok Kreativitas Difabel, Indra Sumedi


Indra Sumedi
Berawal dari keprihatinan dengan harga alat bantu bagi difabel yang mencapai puluhan juta rupiah, seorang difabel asal Bandung, Indra Sumedi dan rekan-rekannya sesama difabel di bawah naungan Kelompok Kreativitas Difabel (KKD) berkreasi memproduksi kaki dan tangan palsu dengan harga terjangkau. 


Di sebuah bengkel produksi yang terletak di Komplek Pindad, Gang A Sudali 14 No 11F, RW 08, Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung, menjadi tempat Indra memproduksi kaki dan tangan palsu berbahan dasar pipa PVC, spon, dan kulit imitasi yang sudah ia rintis sejak Desember 2010. 

Walau masih terbentur sulitnya memiliki perkakas untuk menunjang proses produksi, Indra tetap berupaya memproduksi alat bantu hasil kreasinya dan rekan-rekannya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan alat bantu impor yang bisa mencapai puluhan juta rupiah.


Kreasi kaki dan tangan palsu itu mereka tawarkan mulai Rp 1 juta hingga Rp 4 juta per satu kaki atau tangan tergantung tingkat kesulitan. Namun bagi yang tidak mampu, cukup bayar ongkos bahan baku saja. Bahkan Mereka pun berinisiatif membuat program subsidi silang dengan menyisihkan keuntungan, untuk menyumbangkan bantuan kaki dan tangan palsu kepada sesama difabel lainnya yang kurang mampu. Kaki dan tangan palsu tersebut sudah merambah sampai keluar provinsi Jawa Barat, antara lain Jogja, Gresik, Kalimantan, dan Sulawesi.

kisahunik.blogspot.com


24 September 2014

Lifecare taxi Blue bird peduli difabel

Lifecare taxi blue bird
Warga ibukota berkebutuhan khusus kini tak perlu khawatir ketika ingin bepergian jauh. Karena layanan transportasi umum khusus untuk para difabel (orang dengan kebutuhan khusus) sudah diluncurkan. 

Peluncuran taksi bertajuk Lifecare dari Blue Bird ini diresmikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono. Layanan taksi ini dapat memberikan aksesibilitas bagi difabel untuk melakukan perjalanan dengan aman, nyaman, dan mudah. 

Ahok pun mengucapkan rasa terima kasihnya atas penyediaan layanan taksi ramah difabel tersebut. "Terima kasih juga sama Dinas Perhubungan yang bijaksana dengan terapkan tarif reguler," ucap Ahok di Balaikota, Jakarta, Rabu (10/9/2014).


Sementara itu, Direktur Utama PT Blue Bird, Purnomo Prawiro menyatakan, taksi dengan desain khusus ini tetap akan dikenakan tarif normal.

"Mengapa tarifnya tetap normal? Karena ini merupakan program CSR (corporate social responsibility) Blue Bird," kata Purnomo.

Ada sebanyak 5 unit taksi Lifecare yang akan melayani warga difabel di Jakarta. Yang menarik, tempat duduk taksi ini didesain khusus dari Jepang sehingga sopir taksi atau penumpang bisa menaikan dan menurunkan tempat duduk yang ada di pinggir, samping pintu masuk taksi.

Walau terkesan mewah, tarif layanan 5 armada taksi Lifecare bermerek Nissan ini tetap menggunakan tarif normal, yakni tarif flag fall tetap Rp 7.000, kilometer berikutnya Rp 3.600 per kilometer, dan biaya tunggu sebesar Rp 42.000 per jam.


Kelima armada ini akan difokuskan berada di rumah sakit dan hotel yang memiliki pangkalan Blue Bird. Bila animo kebutuhan taksi lifecare ini sangat tinggi, maka kemungkinan besar Blue Bird akan menambah jumlah armadanya. Tidak hanya di Jakarta tetapi di provinsi lain yang membutuhkan layanan taksi khusus difabel ini. 

(yus)

23 September 2014

Saya yakin tidak ada yang tak bisa saya lakukan, Josef Matelka

Josef Matelka

Akibat sebuah kecelakaan sepeda motor yang mengerikan di tahun 2009, Jozef Metelka terpaksa harus kehilangan sebelah kakinya. Namun hal ini bukanlah penghalang bagi penggemar olahraga ekstrem ini agar terus bisa melakukan hobinya.

Total ada 12 kaki yang dibuatkan PACE Rehabilitation untuk Metelka. Di antaranya kaki khusus untuk bersepeda, main ski maupun snowboard, berlari, dan kini mereka tengah menggarap kaki prostetik agar Metelka dapat bermain roller blade. Metelka juga dibuatkan tiga kaki cadangan untuk main ski dan bersepeda.


Metelka yang telah terbiasa bermain ski dan bersepeda gunung sejak berusia tiga tahun dan bermain tenis sejak umur enam tahun, tak pernah membayangkan hidup tanpa olahraga. "Kehilangan kaki adalah hal terburuk yang terjadi pada saya. Syukurlah teknologi bisa membantu saya. Saya yakin tak ada yang tak bisa saya lakukan," katanya.

( mrs )

22 September 2014

Iron Chil, Rayven Kahae

Iron Chil

Rayven Kahae lahir dalam keadaan mengidap 'amniotic band syndrome' (ABS). "Bayi yang terlahir dengan kondisi ini hanya mempunyai beberapa jari di kedua tangannya, kadang tidak punya jari atau jari-jarinya menyatu," terang sang nenek, Rulan Waikiki.

Beruntung beberapa bulan yang lalu, sang nenek menemukan situs sebuah organisasi nonprofit bernama E-Nable. E-Nable bergerak aktif untuk menggalang donasi serta relawan sekaligus menyediakan tangan prostetik dari cetakan tiga dimensi untuk pasien yang membutuhkan secara cuma-cuma.


"Ia ingin memiliki tangan (prostetik) seperti Iron Man. Dan ia pun mendapatkannya. Ketika tangan itu ia pasang dan akhirnya ia bisa menggerakkan jari-jarinya, wajah Bubba langsung berbinar-binar," tutur Waikiki haru.

( mrs )

Saya sudah terlalu jauh untuk menyerah saat ini, Blake Leeper

Blake Leeper

Saat mendengar kata 'pelari', tentu yang ada di bayangan kita adalah atlet berlari dengan cepat menggunakan kedua kakinya. Namun tidak dengan Blake Leeper (24), laki-laki ini lahir tanpa sepasang kaki. Meskipun demikian, ia tak mau lantas menyerah dan kini justru sukses menjadi pelari tercepat di dunia.

Lahir dalam kondisi tersebut membuat semua dokter di kampung halamannya, Tennessee, berpikir Blake selamanya tidak akan pernah berlari maupun berjalan. Namun orang tua Blake tak mau begitu saja membiarkan anaknya tak berdaya, mereka kemudian memasangkan prostetik pada Blake sejak balita, menyuruhnya bergerak sendiri dan juga berolahraga.


"Ketika saya memiliki masa-masa sulit, saya memiliki banyak orang yang mendukung dan percaya pada saya. Saya sudah terlalu jauh untuk menyerah saat ini. Saya harus menyelesaikan apa yang telah saya mulai dan meyakinkan semua orang bahwa meskipun saya berbeda, saya masih bisa melakukan hal besar," ujar Blake.

( mrs )

Sprinter, Danielle Bradshaw

Danielle Brasdshaw
Di tahun 2010, Danielle Bradshaw memutuskan untuk mengamputasi kaki kanannya karena ia terlahir dalam keadaan yang membuat kakinya itu tak berguna. Ia pun kemudian memakai kaki prostetik sehingga tak bergantung pada kursi roda dan menekuni olahraga lari cepat.

Bradshaw, gadis asal Tameside, Greater Manchester, Inggris ini lahir dengan 'developmental dysplasia' pada pinggul dan lutut kanannya. Itu artinya pinggulnya sering terkilir dan kaki kanannya tidaklah stabil.

Ketika usianya baru dua bulan, tim dokter memotong tendon di kaki kanannya lewat operasi yang berlangsung lebih dari 12 jam. Akan tetapi semenjak saat itu, Bradshaw jadi sangat bergantung pada kursi roda dan kruknya.

Hingga akhirnya di usia 11 tahun, Bradshaw mengejutkan teman-teman dan keluarganya dengan meminta dokter untuk mengamputasi kaki kanannya. Hal ini ia lakukan karena ia ingin menjadi seorang pelari cepat. "Ia selalu tertarik pada berbagai jenis olahraga dan aktif bergerak. Ia hanya ingin bisa keluar dari kursi rodanya dan berlari, seperti yang lain," tandas sang ayah, Darren Quigley.

Operasi pun dilaksanakan di Sheffield Children's Hospital pada bulan September 2010. Dan ia pun dipasangi kaki prostetik. Sejak saat itu ia aktif mengikuti berbagai kejuaraan lari, terutama untuk lari cepat 100 meter di penjuru negeri. Bradshaw juga tercatat memenangkan berbagai medali, di antaranya medali emas dan perak di ajang England Athletic Championships.

Namun sejak aktif mengikuti berbagai kejuaraan lari dan banyak berlatih, kaki kiri gadis berumur 15 tahun tersebut mulai sering keseleo. Apalagi setelah diperiksa, kaki kiri Bradshaw mengalami kerusakan tendon yang parah sehingga memperlambat pergerakannya.

Kepada keluarganya, Bradshaw pun mengutarakan bahwa ia ingin kaki kirinya juga diamputasi sehingga ia dapat berlari dengan dua kaki prostetik dan berkompetisi di Paralympics atau ajang olimpiade untuk orang-orang difabel.

"Kami kira kondisi kaki kirinya cukup bagus, namun ternyata dua tahun belakangan kaki kiri ini justru membebani (Bradshaw). Ia jadi harus minum obat setiap hari, memakai alat penopang (braces) di pergelangan kaki dan lututnya. Lututnya pun dipasangi plat. Tapi kesemua itu justru membuatnya makin lambat berlari," kata Quigley seperti dikutip dari berbagai sumber, Jumat (19/9/2014).

'Proposal' amputasi untuk kaki kirinya itu pun sudah diajukan Bradshaw ke tim dokter yang mengatasi amputasi kakinya terdahulu. Sembari mempersiapkan diri untuk mengikuti Rio Paralympic Games di tahun 2016, Bradshaw dan keluarganya berharap tim dokter menyetujui permintaan tersebut dan memutuskan untuk melakukan tindakan amputasi pada Bradshaw pada bulan November tahun ini.

"Kaki prostetik ini membuat hidup saya jauh lebih baik. Saya jadi bisa mencoba berbagai jenis olahraga dan aktivitas lain yang tak pernah bisa saya lakukan sebelumnya. Bila saya diperbolehkan amputasi lagi, saya akan mampu melakukan apapun yang orang lain bisa lakukan," tutupnya.

(lil / fta)

6 September 2014

Share


Sahabat Kembali Berjalan..

Buat Kalian Yang Mempunyai Tongkat Atau Kursi Roda yang Sudah Tidak Terpakai Namun Masih Layak Untuk Digunakan, Kami Akan Menerima Dengan Senang Hati Jika Sahabat Ingin Memberikannya. Namun Jikalau Sahabat Ingin Menjualnya Dengan Harga Yang Murah, InsyaAllah Kami Akan Membelinya..

Silahkan Hubungin Contact Kami, Terimakasih.

*ketentuan :
1. Hanya Untuk Wilayah Jakarta dan Bekasi (sementara)
2. Kondisi Tongkat/Kursi Roda 70% Layak
3. Kami Akan Membelinya Sesuai Kebutuhan dan Kemampuan Kami