11 Januari 2016

Adityanta Dani, komika difabel

Adityanta Dani
Adityanta Dani tak pernah kecil hati dengan kondisi fisiknya yang tak normal. Rasa percaya diri dan kemauannya yang keras membuatnya berhasil menembus babak utama (24 besar) Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) di Kompas TV. Namanya sebagai comic (sebutan peserta stand up comedy) sudah berkibar secara nasional.

Kalau saya di-bully, saya bisa terima. Yang tidak bisa terima itu orang tua saya. Pernah suatu saat mama saya mau nyamperin orang yang mem-bully saya, tapi saya larang. Saya takut mama saya nanti kalah, karena orang yang mem-bully saya lebih besar daripada mama saya. Kalau mama saya kalah kan nanti saya malah di-bully lagi. Begitulah sepenggal set up dan punchline penampilan stand up comedy Adityanta Dani.

Nama Adityanta Dani di dunia comic memang belum setenar seniornya di program SUCI Kompas TV asal Malang seperti Arie Keriting, Reggy Hasibuan, dan Abdur. Namun Dani, sapaan Adityanta, sudah menunjukkan potensi besarnya sebagai comic berbakat. Buktinya setiap kali dia tampil, joke-joke yang diangkat selalu segar dan orisinal. Dari sekian materi itu, materi yang berasal dari keresahan hidupnya sebagai seorang difabel lah yang paling sering dibawakannya. Sering aku membawakan cerita-cerita tentang difabel, supaya membuktikan bahwa kekurangan itu juga bisa menjadi kelebihan, kata mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual STIKI Malang itu.

Dia menceritakan, difabel tersebut dia alami sejak umur 5 tahun. Itu akibat kecelakaan mobil bersama keluarganya di Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Waktu itu, mobil yang kita kendarai masuk jurang, terang dia.

Beruntung, dalam kecelakaan itu semua nyawa selamat. Namun tetap akan diingat oleh Dani, karena akibat kecelakaan itu, dia tak bisa tumbuh layaknya orang normal. Kedua kakinya tak bisa menopang seluruh tubuhnya. Sehingga saat berjalan, dia masih membutuhkan alat bantu penyangga. Tangannya juga seperti itu. Bahkan tutur bicaranya juga tak bisa dilakukannya secara lancar seperti orang normal. Itu semua dia derita, karena saat mengalami kecelakaan, dia berada di bagian depan mobil. Dan terluka paling parah dibandingkan sopir dan ayahnya. 

Hari-harinya setelah mengalami kecelakaan tersebut dilaluinya lebih tertutup. Dia lebih sering menghabiskan waktu-waktu sepulang sekolah dengan membaca buku di dalam kamarnya. Bertahun-tahun menjalani rutinitas tersebut, dia kemudian berinisiatif untuk keluar dari kebiasaan itu. Dan mulai aktif keluar untuk mencari pergaulan baru. Beberapa komunitas yang ada di Malang Raya pernah coba dia ikuti.

Namun sayangnya, karena dia penderita difabel, beberapa komunitas yang didatangi menolaknya. Saya dulu sebetulnya suka sekali dunia fotografi Mas, tapi sayangnya saya ditolak, kenang dia.

Hingga suatu saat ketika dia ngopi bersama rekan-rekannya kuliah, dia menyaksikan penampilan stand up comedy. Dari sanalah kemudian muncul keinginannya untuk ikut dalam komunitas stand up yang ada di Malang. Dani merasa bersyukur, karena komunitas Stand Up Indo Malang dengan tangan terbuka mau menerimanya. Hingga dia resmi bergabung dengan komunitas tersebut pada Agustus 2013 lalu.

Pembelajaran yang dikemas dalam forum diskusi sering dilakukan di komunitas tersebut. Nyatanya, membuat dia lebih memahami dunia stand up comedy. Hingga akhirnya kesempatan untuk tampil di beberapa kampus di Malang dia dapatkan. Dari sana, dia pun kerap memperoleh honor untuk menambah uang jajannya. Hampir setahun menggeluti dunia stand up comedy, orang tuanya tak mengerti sama sekali kegiatan yang dilakukan putra kedua dari lima bersaudara itu. Hingga pada awal Januari lalu, kedua orang tuanya mulai mengetahui bahwa Dani terjun dalam dunia stand up comedy. Waktu lolos audisi itu, orang tua saya akhirnya tahu kalau saya terjun di dunia stand up comedy Mas, kata comic kelahiran 17 November 1991 itu.
Selama menutupi aktivitasnya di dunia stand up comedy itu, Dani selalu meminta izin untuk belajar kelompok. Padahal sebenarnya, dia berkumpul dengan rekan-rekannya di komunitas Stand Up Indo Malang. Dan setelah tahu Dani ikut stand up comedy, orang tuanya mendukung total. Saya sengaja menyembunyikan itu supaya bisa memberi kejutan pada kedua orang tua, terang Dani.

Audisi Stand Up Comedy V yang diselenggarakan Kompas TV itu diikutinya sejak akhir Desember 2014 lalu. Audisi tersebut bukan yang pertama dia ikuti. Karena di tahun sebelumnya, dia juga mengikuti audisi yang serupa. Di tahun sebelumnya, golden tiket dia dapatkan, tapi tidak mendapat konfirmasi dari pihak TV untuk hadir di momen 24 besar yang diselenggarakan di Jakarta. Tahun 2015, baik golden tiket dan konfirmasi secara langsung dia dapatkan semuanya. Dan atas prestasi itu, Dani menjadi satu-satunya wakil comic dari Malang yang berhasil menembus babak 24 besar. Dia berhasil menyisihkan ribuan peserta audisi dari Surabaya, Jakarta, Bandung, Jogjakarta, dan Makassar.

Materi lucu untuk tampil live di Kompas TV pun sudah matang. Dia juga mematangkan persiapan dengan melihat tayangan-tayangan stand up di YouTube. Hingga aktif melakukan diskusi mingguan yang dilakukan tiap hari Senin oleh komunitas Stand Up Indo Malang. Tak ketinggalan, dia juga banyak belajar dari dua comic idolanya yang sama-sama difabel. Yaitu Jack Callol dan George Blue, dua orang comic berkebangsaan Inggris yang bernasib sama dengannya.

Melalui kesempatannya untuk masuk dalam 24 besar itu, dia ingin membuktikan bahwa kekurangannya bisa cukup bermanfaat. Bagi Dani, bisa membuat orang tertawa karena materi yang dibawakannya, bukan karena kondisi fisiknya lah yang membuat dia puas. Dunia stand up comedy tersebut juga dipastikan akan digelutinya dengan sungguh-sungguh. Sebab berkat dunia itulah, dia merasa bisa menjadi lebih baik. Dari seluruh kompetitornya yang berjumlah 23 orang, diakuinya mayoritas memang normal. Karena itulah dia sedikit termotivasi untuk bisa membuktikan kepada orang-orang kebanyakan. 

(by/c2/abm)
radarmalang.co.id